Untuk Kekasihku yang Akhir-akhir Ini Banyak Berpikir dan Merasa Khawatir

Dion Dexon
3 min readSep 25, 2022

— sebuah surat cinta dari kejauhan (atau sebuah penawar rasa ngambek) untuk CMHP.

Foto oleh Tanya Trofymchuk di Unsplash

I.

Aku menulis semua ini ketika kamu sedang tidur; saat kamu masih bersembunyi di balik selimut, memeluk guling, dan memimpikan sesuatu yang tidak aku tahu (maukah kamu bercerita soal mimpi-mimpimu agar aku bisa ikut mengaminkan mimpi yang baik?).

II.

Aku tahu, jarak cukup menyebalkan dalam dua minggu terakhir. Kita sama-sama ingin bertemu setiap waktu — tetapi waktu sedang tidak menjadi milik kita. Saat ini, jarak terasa seperti musuh; tokoh jahat yang berusaha menghilangkan senyum dari kisah kita. Tapi, aku tahu, selama kita bersama, senyum kita tidak akan pernah habis. Semoga semua yang mencoba menghapus senyum kita hanya akan menemui satu hal: sia-sia.

III.

Kamu tahu, di kejauhan ini, di lokasi yang jaraknya lebih dari 1.000 kilometer dari rumahmu, aku tetap mengingatmu. Jarak memang memisahkan tubuh kita, tetapi ia tidak memangkas kasih sayang yang kita rawat bersama — atau kasih sayang yang aku besarkan dalam tubuhku.

Yang lebih aku sadari, ternyata diam-diam jarak memupuk kasih sayang dalam bentuk lain (ia menciptakan banyak kangen untukmu) dan mendatangkan kesadaran lain, seperti: ternyata aku memang mencintaimu dan makin lama aku makin tidak tahu mengapa aku mencintaimu (apakah mencintaimu butuh alasan lain selain aku mencintaimu dan memang begitu?).

IV.

Sayang, aku tahu, akhir-akhir ini, kamu sering berkunjung ke reruntuhan masa laluku; tempat yang sudah kutinggalkan dan tidak mau aku kunjungi lagi. Di reruntuhan itu, kamu menemukan serpihan aku dan nama-nama yang mengganggu ketenanganmu — atau menjauhkan kamu dari rasa percaya.

Jika aku boleh memberi saran — dan kamu mau mendengar, tunggulah aku pulang dulu. Nanti, saat aku sudah bisa berada di sebelahmu, aku akan menemanimu mengunjungi reruntuhan itu. Akan kuberi penjelasan untuk setiap hal yang ingin kamu tahu. Setelahnya, kita bisa bersama-sama meninggalkan reruntuhan itu dan tidak pernah kembali lagi ke sana.

V.

Aku ingin hidup bahagia denganmu, ingat?

Aku ingin kita fokus pada kita.

VI.

Di kejauhan ini, kamu perlu tahu: jika aku harus kembali ke suatu tempat, maka itu adalah pelukanmu — tidak ada yang lain. Mengapa aku harus kembali ke reruntuhan masa laluku jika saat ini aku bisa membangun rumah yang tenang untukmu, untuk kita, dan untuk hari-hari baik yang akan datang? Untuk apa juga aku memikirkan kejadian masa lalu dan menjadi sedih jika aku bisa berteduh dan merasa tenang di bawah pohon kasih sayang yang kita tanam berdua?

VII.

Aku berkata aku mencintaimu setiap hari karena memang seperti itu kenyataannya. Tidak ada yang pura-pura. Sudah terlalu banyak kebohongan di dunia ini. Aku ingin sesering mungkin menghadiahimu kejujuran — dan melihat senyummu hadir untuk sesuatu yang memang benar adanya.

VIII.

Jangan terlalu khawatir. Kamu tahu aku mencintaimu. Atau, tetaplah khawatir, sebab aku jadi tahu bahwa kamu pun mencintaiku. Atau, supaya adil, mari bersama-sama merasa khawatir, secukupnya, untuk hal-hal yang berada di depan kita, bukan di belakang kita.

Aku ingin mencintaimu dengan seluruh kedamaian dalam diriku. Aku harap kamu pun begitu.

IX.

Sebelum tidur, mari berdoa agar Tuhan merawat kasih sayang dalam diri kita. Di kejauhan ini, hanya itu yang kita punya; hanya itu yang menjaga kita. Untukmu, selalu ada banyak cinta.

[ Dionisius Dexon ]

--

--

Dion Dexon

Dionisius 'Dion' Dexon. Aku menulis agar kepalaku tidak meledak — IG/X: @diondexon