Suatu Hari, Kita akan Berteduh di Bawah Pohon yang Kita Tanam Berdua

Dion Dexon
3 min readSep 2, 2022

— untuk CMHP dan masa depan dalam kepalaku

Foto oleh Sergey Isakhanyan di Unsplash

I.

Segala yang ada dalam diriku terus berputar; berotasi setiap waktu. Beberapa ide dan pemikiran berubah. Degup jantung pun kerap berubah. Hanya kamu yang tidak berubah. Kamu masih orang yang sama, orang yang waktu itu tersenyum di Solaria; orang yang tertawa ketika kutawari makanan yang bukan untuk manusia; orang yang mau menemaniku menonton film horor meski tak suka; orang yang membuatku jatuh pada perbincangan pertama; orang yang membuat Filipi 1:3 terasa jauh lebih nyata.

II.

Aku mencium aromamu dan melihatmu di mana-mana (kata orang-orang, aku kangen). Kamu seperti telah menjadi bagian dari diriku. Kamu tinggal di hati dan pikiran; beterbangan seperti kupu-kupu; menempati ruang-ruang yang kosong dan terisi; hadir dan muncul di segala tempat yang pernah dan belum pernah ada kita. Di jalan yang sepi, di pusat perbelanjaan yang ramai, di belakang aku, di hadapan aku, di sebelah aku, kamu ada (sekali lagi, kata orang-orang, aku kangen).

III.

Aku jauh lebih banyak menulis tentangmu ketika kamu sedang tidur, saat kamu sudah mengucap selamat malam, dan sesekali ketika kamu sedang sibuk mengurus rambutmu — atau melakukan sesuatu yang membutuhkan waktu lama. Saat komunikasiku denganmu terputus — yang aku tahu sebenarnya tidak lama juga, ada banyak kata-kata yang tumbuh dan mekar, menunggu untuk dipetik dan dirangkai. Kamu tahu, untukmu, aku hanya memetik kata yang penting saja; kata yang benar-benar menyimpan kamu, aku, dan kasih sayang.

IV.

Berapa banyak waktu yang kumiliki (atau berapa banyak kesempatan yang akan kamu berikan kepadaku) untuk merasakan segala hal yang berasal dari tanganmu? Hal yang berasal dari tanganmu: kue-kue, masakan-masakan, genggam erat, suapan yang membuat kita tersenyum, rasa nyaman; kasih sayang, kasih sayang, kasih sayang.

V.

Kelak, kamu akan bosan karena aku terus menulis hal semacam ini (atau jangan-jangan, kamu sudah bosan?). Kadang, aku memang kehilangan kemampuan bicara. Bukan karena penyakit, tetapi karena hatiku sedang terlalu banyak merasa. Pada kondisi itu, ketika aku mengatakan semua yang berasal dari hatiku, besar kemungkinan aku akan menangis.Tidak ada yang senang melihat laki-laki menangis. Tidak ada.

Itu sebabnya untuk hal-hal yang rumit semacam ini, aku lebih baik menuliskannya daripada mengatakannya langsung kepadamu. Setiap kali aku memikirkanmu, aku melibatkan sebagian besar hatiku. Selalu begitu. Itu sebabnya, kepadamu, aku hanya membisikkan kata-kata yang sama, berulang kali, meski maksudku lebih dari itu.

VI.

Aku harap, suatu hari nanti kita tinggal di rumah yang sama; di bawah atap, di atas ubin, dan di antara dinding-dinding yang sama. Aku ingin melihat wajahmu yang mengantuk saat tengah malam — dan aku juga ingin kamu melihat dan mengejek wajah malasku setiap pagi. Aku ingin berbincang banyak denganmu, di antara dinding-dinding yang melindungi kita — bukan memenjarakan kita. Aku juga ingin membacakan beberapa puisi yang kutulis jauh sebelum hari itu; puisi yang menyimpan momen, kenangan, dan percikan kasih kita; puisi yang sengaja kutabung untuk hari bahagia kita yang kuharap tidak terlalu jauh.

VII.

Kamu terasa kekal — mungkin aku saja yang merasa begitu.

Kamu terasa kekal — aku memang ingin kita begitu.

[ Dionisius Dexon ]

--

--

Dion Dexon

Dionisius 'Dion' Dexon. Aku menulis agar kepalaku tidak meledak — IG/X: @diondexon