Segalanya Tampak Melelahkan Malam Ini

Dion Dexon
3 min read6 days ago

— untuk diriku yang sedang kuragukan

Foto oleh Deleece Cook di Unsplash

I.

Malam jatuh lebih cepat dan jalan-jalan tampak lengang. Kali ini, kupapah tubuh sendiri. Melawan dingin, melawan sunyi, melawan ketidakpekaan diri sendiri. Tubuh sangat butuh istirahat, tetapi kepala tidak mau mengerti. Ia masih menjauhkan tubuh dari rileks, dari rebah, dari cukup.

Kepala selalu bertanya: ada apa esok hari?

Sementara esok hari tidak menjawab, malam tidak menjawab, tubuh tidak menjawab. Tidak ada yang tahu jawabannya. Dan kepala masih juga tidak sadar: selain dirinya, tidak ada yang senang jadi peramal.

II.

Kepala selalu ingin punya jawaban untuk segala sesuatu; jadi tempat untuk segala yang pasti dan akan; jelas dan kelak. Sementara, setiap bagiannya tak selalu setuju.

Dahi, pipi, dan bibirku hanya ingin jadi tempat kecupan. Mata dan telinga hanya ingin jadi wadah untuk segala kejadian yang baik. Mulutku hanya ingin jadi tempat hal-hal bijak berasal. Rambutku, lebih merindukan tangan seseorang menyisirnya; mengaturnya dengan dasar kasih.

III.

Seseorang tidur lebih cepat dan aku merasa sendirian. Kadang, tidak dicari terasa sama seperti dibuang, atau dilepeh setelah kunyahan pertama. Kadang, rasanya normal-normal saja. Kadang, rasanya seperti kehilangan kemampuan untuk jadi dibutuhkan.

Meski tak sama persis seperti kepala, hati pun kerap menyajikan penyakitnya sendiri. Hati kerap melempar rasa nyeri ke kepala, kemudian kepala menangkapnya dan menjadikannya pertanyaan baru. Jawabannya? Lagi-lagi, dilempar kepada udara, kepada malam, kepada kosong, kepada sunyi.

Dan tak ada yang menjawab. Tidak pernah ada.

IV.

Siapa yang peduli jika akhirnya aku hanya menghabiskan malam dengan duduk menghadap dinding, minum segelas besar air mineral, dan berbicara satu arah seolah-olah setiap ucapan yang muncul adalah doa?

V.

Siapa juga yang mau bersusah payah memastikan apakah aku cukup baik hari ini; cukup kuat atau cukup rentan; cukup bersemangat atau cukup lesu; cukup merasa hidup atau cukup merasa terpisah dari dunia?

Setiap pagi, kepala merangkum seluruh pertanyaan buruk, kemudian menyimpulkannya menjadi: apakah aku pantas dicintai hari ini?

Dan selalu, pertanyaan tentang cinta dan kepantasan adalah pertanyaan paling buruk yang pernah dilontarkan oleh kepala. Bahkan malam, sunyi, dan kekosongan pun takut saat mendengarnya, sebab perasaan tak layak selalu merampas damai dari tubuh.

VI.

Tidak ada Noel Gallagher malam ini. Tidak ada Billie Joe. Tidak ada Dave Grohl. Hanya ada hujan, suara hujan, yang turun dalam kamar.

VII.

Dapatkah seseorang memesan bintang jatuh?

Aku ingin mengucap permohonan, satu saja. Aku ingin semua makhluk berbahagia. Aku memang lelah, tetapi aku tidak egois. Jika aku bahagia, aku ingin makhluk lain bahagia juga—dengan cara-cara yang baik.

Tetapi, katanya, jika bahagia terus, manusia akan lupa pada banyak hal. Pada hukum tabur-tuai, pada doa, pada Tuhan, pada bintang jatuh.

VIII.

Seseorang akan bertanya mengapa aku belum tidur, tetapi aku hanyalah nada-nada dalam musik instrumental Flawed Mangoes. Aku tidak menjawab dengan kata-kata. Aku tidak menyimpan huruf apa-apa. Aku hanya mengolah perasaanku dan menggaungkannya dalam kamar.

Siapa yang punya telinga, sebaiknya ia mendengar, meski samar.

IX.

Doaku malam ini: semoga semua makhluk berbahagia, tanpa harus menunggu bintang jatuh.

[ Dion Dexon ]

--

--

Dion Dexon

Dionisius 'Dion' Dexon. Aku menulis agar kepalaku tidak meledak — IG/X: @diondexon