Sebuah Ajakan untuk Menua Bersama

Dion Dexon
3 min readNov 7, 2022

untuk CMHP dan ribuan kepompong keinginan dalam kepalaku

Foto oleh Ian Wetherill di Unsplash

I.

Entah sudah berapa kali aku berpikir untuk tidak banyak berpikir soal kita. Maksudku, bisakah kita fokus saja menjalani semua ini, tanpa berpikir suatu hari nanti akan ada masalah apa, kesulitan apa, kesedihan apa, dan mulai lebih sadar untuk menjaga dan menguatkan satu sama lain? Sebab masalah dan kesedihan akan selalu ada (dua hal itu memang hadir untuk menguatkan dan mengaitkan kita). Yang terpenting saat ini — dan untuk hari-hari yang akan datang — ialah: kita memiliki satu sama lain.

II.

Akhir-akhir ini, aku menyadari bahwa aku mencintaimu berarti aku menerima seluruh dirimu, baik dan buruknya, dalam situasi sedih dan senang, selama kamu pun memang mau bersamaku dan menjadi baik bersamaku dalam menjalani kehidupan kita yang singkat ini.

III.

Ketika aku tua, aku harap aku lebih dulu tuli daripada rabun. Sebab aku ingin melihat senyummu selama mungkin. Tolong. Tolong tetap tersenyum meski nanti beberapa gigimu sudah tanggal. Saat beberapa gigimu tanggal, mungkin gigiku sudah hilang separuh dari seluruh, tetapi aku akan tetap tersenyum juga — sebab selalu begitu aku ketika kamu tersenyum.

Ketika kamu tersenyum, hatiku juga. Aku harap hal ini tidak akan pernah berubah. Ralat. Aku yakin hal ini tidak akan pernah berubah.

IV.

Sungguh, sekarang aku tidak tahu bagaimana cara menulis tentangmu tanpa membuat mataku berair. Apakah ini artinya hatiku telah (dan selalu) bekerja sepenuhnya jika berkaitan tentangmu?

V.

Ketika kita tua, kita tak lagi punya banyak tenaga untuk pergi ke tempat-tempat yang kita inginkan. Kita takkan lagi menyusun rencana bepergian seperti yang sering kita lakukan saat ini. Kita takkan lagi banyak berpikir, menimbang-nimbang, dan mencari ide untuk merancang satu hari yang spesial — dan itu bukanlah masalah (catatan: aku harap saat kita tua nanti, kita selalu merasa bahwa setiap hari yang kita habiskan bersama adalah hari yang spesial).

VI.

Saat kita tua, segalanya akan jadi jauh lebih sederhana. Yang kita miliki hanyalah ingatan dan obrolan — yang keduanya dijaga, dirawat, dan digerakkan oleh cinta yang kita tanam selama bertahun-tahun (atau kita rangkai setiap kali kita bertemu dan saling menyelamatkan).

Suatu hari nanti, kita akan melihat foto-foto yang kita ambil saat ini, lalu mulai mengingat tempat, situasi, dan hal-hal lucu yang pernah terjadi. Ketika itu terjadi, kamu tahu siapa yang akan terharu dan menangis lebih dahulu (sudah pasti: aku).

VII.

Tak peduli berapa pun umur kita, jika aku menangis, berjanjilah untuk melakukan satu hal: tenangkan aku. Kamu memang bukan orang pertama yang melihat air mataku jatuh, tetapi kamu tempat ternyaman bagiku untuk menjatuhkan air mata.

VIII.

Hei.

Menualah bersamaku. Aku tidak ingin orang lain. Jika tidak denganmu, aku tidak ingin jadi tua. Sebab, selama ini, di kepalaku, menjadi tua adalah sebuah kekalahan. Aku tidak ingin menjadi tua. Aku tidak ingin kalah. Aku tidak ingin sendirian, kehilangan tenaga, kehilangan ingatan, kehilangan keceriaan hidup, kehilangan segala yang kumiliki kemarin.

Tapi, jika aku membayangkan diriku menua bersamamu atau berada di masa tua bersamamu, hal itu terasa seperti kemenangan. Aku merasa tidak ada keceriaan yang hilang, tidak ada yang sendirian, dan tidak ada yang tidak dapat kusyukuri.

Seolah-olah, cintaku kepadamu mengalahkan kutukan umur.

IX.

Pertanyaan terbesarku saat ini: apakah kamu mau?

X.

Apa pun jawabanmu, aku tetap ingin memeluk dan menjagamu — selama ribuan tahun. Mari hidup selama mungkin, bersama, meski itu berarti kita akan hidup selama 2983 tahun, dengan tawa dan obrolan yang itu-itu saja. Dengan cinta, semuanya mungkin. Dengan cinta, semuanya akan baik-baik saja. Dengan cinta, kamu tahu mengapa saat ini kita berhasil memiliki kita.

[ Dionisius Dexon ]

--

--

Dion Dexon

Dionisius 'Dion' Dexon. Aku menulis agar kepalaku tidak meledak — IG/X: @diondexon